Minggu, 23 Juni 2013

Blackberry XLalu

Hari Minggu ini Saya liburan bersama keluarga melepas rutinitas. Apabila di hari kerja membawa 3 gadget hari ini cukup membawa 1 gadget yaitu Blackberry. Mengapa lebih memilih gadget ini karena sebagian teman, saudara dan kantor menggunakan Blackberry. 

Liburan kali ini memilih keluar kota, sebelum berangkat kita sudah memesan hotel. Dengan bantuan Mbanking Aplikasi Blackberry dari salah satu bank nasional, pembayaran bisa dilakukan dengan mudah dan real time. Selain pesan hotel , Saya juga mengisi deposit XL Tunai untuk belanja, aplikasi XL ini cukup membantu mengurangi membawa uang tunai sehingga perjalanan terasa aman dan nyaman. Setelah semua persiapan siap Kami menuju tempat wisata, karena hari liburan jalan raya begitu padat dan macet, tetapi anak-anak dapat enjoy dengan bermain permainan di Blackberry misal bilyard di Vegas Pool Shark. Kepadatan jalan raya di hari libur kadang membuat salah jalan, dengan menggunakan aplikasi internet Blackberry yaitu Google Maps, tinggal menulis kota yang diinginkan akan tampil peta yang dibutuhkan.
 
Ternyata 4 jam kami sudah melakukan perjalanan, Kami memang memasang alarm di Blackberry untuk mengingatkan kami beristirahat karena kami membawa anak-anak, Di sela istirahat, ada BBM dari group kantor yang memberi tahu rencana kerja hari Senin sudah di kirim ke email. Seketika Saya buka akun email, berkat jaringan XL Hotrod 3G+ rencana kerja dalam bentuk ppt sekalipun mudah di buka dengan mudah. setelah 1 jam istirahat saya membuka aplikasi WordMate yang mengelola perjalanan yang berisi informasi hotel, penerbangan, konversi mata uang dan masih banyak fitur lain. Beberapa jam kemudian perjalanan kami telah sampai di di kota tujuan dan langsung beristirahat di hotel yang telah kami pesan sebelumnya. Tetapi anak-anak seakan mempunyai tenaga lebih masih tetap enjoy bermain dengan berbagai aplikasi XL Digital. Terimakasih XL telah menemani perjalanan liburan keluarga Kami.

Sabtu, 30 Juni 2012

 

Tontonan Jadi Tuntunan, Tuntunan jadi Tontonan 
antara Budaya dan Agama


           Pernahkah Anda melihat kotoran kerbau bule dibalurkan ke tubuh seseorang agar dapat berkah, atau air cucian kereta dan keris jadi rebutan agar berlimpah rejeki, itulah tontonan yang jadi tuntunan.  Tetapi di sisi lain Pengajian jadi tontonan misalnya "Dai sejuta Umat" Salah satu acara yang mengundang banyak orang di daerah Solo adalah arak-aran kebo bule yang mengiringi pusaka keraton setelah jamasan (mencuci pusaka keraton ) yang dilakukan di malam 1 suro. Acara ini sudah masuk dalam kalender wisata kota Solo yang dipadati oleh masyarakat. Acara ini diawali dengan dikeluarkannya pusaka keraton dari keris sampai tombak untuk dijamas/dicuci setahun sekali.

       Pusaka Keraton Solo ini dicuci dengan air jeruk nipis dan berbagai bunga/kembang sebagai pelengkap. Maksud dari pencucuian ini adalah untuk menghindarkan pusaka ini berkarat dan cukup dilakukan setahun sekali dengan cairan karena apabila terlalu sering malah merusak bahan dari pusaka. Air bekas dari cucian pusaka inilah yang diperebutkan masyarakat untuk cuci muka ataupu untuk dibawa ke rumah dan di siramkan ke sawah ladang mereka biar panen. Padahal dari pihak Keraton menyatakan air tersebut tidak mempunyai manfaat apapun. Selanjutnya pusaka ini dibawa keliling keraton diikuti dengan kebo bule (kerbau albino berwarna putih). Kerbau ini begitu keramat di kalangan keraton sehingga sangat terpelihara dengan baik. Sepanjang jalan yang dilalui arak-arakan pusaka dan kebo bule yang dilakukan malam hari ini, masyarakat telah berdiri sepanjang jalan. Sebagai tradisi budaya memang tidak mengherankan jika masyarakat begitu antusias menantinya. Sepanjang jalan yang dilalui kebo bule ini tidak jarang kerbau ini mengeluarkan kotoran di aspal jalan, herannya masyarakat khususnya dari pedesaan memungut kotoran kerbau ini ada yang di simpan di kantong plastik bahkan ada yang membalurkannnya di anggota badan mereka untuk mengharap berkah, tentunya semua ini hanya ada di Indonesia.
    
       Kirab pusaka beserta jamasan pusaka juga ada di keraton Jogja, tetapi ada acara budaya yang mengambil dari kegiatan ibadah yaitu tradisi Mubeng Benteng Kraton (Keliling benteng Kraton dengan berjalan kaki). Sebenarnya tradisi Mubeng Benteng ini mengambil dari kegiatan Towaf mengelilingi Ka'bah sabagai rukun dari haji. Mubeng benteng ini dilakukan masyarakat di malam hari dan dilarang berbicara selama melakukan ritual ini. Kegiatan ini begitu mengakar di masyarakat Jogja, tetapi Sultan sendiri sebagai raja kraton jogja jarang terllihat bahkan tidak melakukan tradisi ini. Masyarakat mempercayai apabila telah melakukan ritual budaya ini mereka akan selamat dan dilimpahi banyak rejeki. Keraton Solo dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah kerajaan Islam, yang tidak heran segala macam ritual budayanya bernafaskan ajaran Islam. Ajaran Islam ini sebenarnya diselipkan di budaya keraton sebagai syiar agama. Tetapi tradisi ini begitu mengakar sehingga yang tadinya hanya sebagai pemanis dianggap sebagai tuntunan. Sehingga tidak heran masyarakat lebih mendahulukan tradisi daripada nilai ibadah.


Budaya Cium Tangan


       Pelajar asing yang mengikuti pertukaran pelajar di Indonesia merasa hran melihat anak anak khususnya tingkat Sekolah Dasar cium tangan orang tuanya saat mau berangkat dan cium tangan gurunya saat sampai di sekolah.  padahal negeri asalnya mereka dengan ringan memanggil nama orang tua mereka. Tetapi seiring waktu di Indonesia sendiri anak setingkat smu sampai kuliah mungkin hanya 1 tahun sekali cium tangan orang tua yaitu saat lebaran.
       Budaya cium tangan ini paling terasa saat lebaran yang dinamakan dengan sungkeman. Sungkeman ini juga banyak ditemui di acara pernikahan, dimana kedua mempelai bersimpuh mencium tangan kedua orang tua meraka/wali untuk meminta maaf dan mohon doa restu unutk pernikahan mereka. Sungkeman sebenarnya sangat dekat dengan budaya Jawa. Dimana Raja duduk di singgasana menerima penghormatan dari para pengikutnya. Cium tangan ini sangat terasa di pesantren, yaitu siswa mencium tangan guru atau kyai pimpinan mereka. Sebenarnya budaya cium tangan ini mengandung banyak nilai pendidikan, dimana yang muda hormat dan minta doa terhadap yang tua. Cium tangan juga sebagai ikatan batin antara anak dan orang tua yang begitu mendalam.
       Di jaman sekarang yang begitu mengkhawatirkan bagi sebagian orang tua terhadap anaknya, cium tangan bisa untuk mengatasi masalah ini. Budaya cium tangan anak kepada orang tua, istri kepada suami atau murid kepada murid bukanlah hal yang mudah bagi yang belum terbiasa. Hal ini bisa dimulai dari pihak yang tua dengan cara jabat tangan terlebih dahulu secara perlahan seiring dengan perjalanan waktu rasa canggung akan terkikis. Bagi orang asing cium tangan kepada orang tua sebagai rasa hormat mungkin tidak ada. Tetapi cium tangan dimana pria mencium tangan seorang wanita sebagai rasa sayang ada. Mereka menganggap budaya cium tangan kepada orang tua aneh begitu juga kita melihat orang asing mencium tangan wanita dengan berakan berlebih "lebay" dengan bersimpuh tentu aneh juga di mata kita, seperti kata pepatah lain ladang lain belalang. Semoga minimal satu tahun sekali budaya sungkem di lebaran yang tidak terbatas dilakukan orang Islam atau orang Jawa, budaya cium tangan tetap melekat setiap insan di bumi Indonesia. Seperti slogan Telkomsel "Paling Indonesia"


Kewibawaan Kerajaan Mulai Pudar di Masa Modern Ini.



       Apabila Anda berkunjung ke Yogyakarta, masuk alun alun sudah banyak pedagang asongan dan pengemis.  Menuju pintu keraton pemandangan tidak berbeda penuh sesak orang berjualan  Masuk ke dalam keraton sangat kontras antara pengunjung dan abdi dalem keraton.  Abdi dalem dengan pakaian adatnya tetapi para pengunjung baik lokal maupun mancanegara dengan bebas mengenakan celana pendek dan baju terbuka terbuka, padahal apabila kita berkunjung ke Candi Borobudur diharuskan memakai kain untuk menghormati candi sebagai tempat ibadah orang Hindhu.

         Di Jawa ada budaya tepo sliro (tenggang rasa), unggah ungguh (bersikap) ternyata sebagian mulai pudar di depan keraton sabagai lumbung budaya. Hanya di Jogja dimana raja adalah seorang pimpinan pemerintah sebagai gubernur. Tetapi di depan keraton sendiri sangat semrawut dan sebenarnya tidak layak ada di halaman keraton sebagai wilayah yang sangat dihormati. Banyak pedagang bertumpuk di depan pintu masuk keraton, apabila kita jeli pedagang ini apabila menawarkan dagangan terhadap orang asing dengan harga berlipat-lipat, misalnya air mineral yang di toko ditawarkan Rp.2000,- ditawarkan ke wisatawan asing Rp.15.0000.

          Memang hak mereka untuk menetapkan harga dagangan, tetapi ini memberi kesan tidak baik untuk wisatawan. Para pedagang mengesampingkan budaya unggah-ungguh/bersikap sopan santun sebagai orang Jawa yang halus. Mengenai harga yang diluar kewajaran ini sebenarnya juga terjadi di Malioboro khususnya pedagang makanan lesehan belasan tahun yang lalu. Peristiwa harga di luar harga wajar ini menjadi perhatian besar saat ada seorang menteri di kabinet orde baru makan di lesehan Malioboro, ternyata dikenai harga yang sangat tinggi, padahal kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta berada di kawasan Malioboro. Seiring dengan adanya keluhan ini sekarang para pedagang lesehan Malioboro memasang harga menu pada setiap warung makannya. Semoga budaya khas Jawa yang halus, nguwongke/memanusikan orang tidak luntur karena faktor ekonomi.

Tarian Masyarakat Lebih Spontan dan Energik 
daripada Tarian Keraton di Jawa

Pernahkah Anda mendengar tarian "Kobro Siswo", "Dayak-an", "Kuntulan", "Jathilan".  tarian tersebut adalah tarian yang tercipta di tengah kehidupan masyarakat bukan lahir di dalam tembok keraton. Tarian Keraton seperti gambyong identik dengan kelemah lembutan sedangkan tarian yang lahir di tengah masyarakat lebih spontan dan energik.
Apabila kita melihat kesenian tarian jathilan/kuda lumping buang jauh jauh kalo tarian ini lemah lembut khususnya yang dimainkan kaum pria. Tarian ini begitu menghentak dengan bebunyian gamelan yang monoton. Jathilan atau Kuda lumping diilhami dengan perang Diponegoro. Sebelum memulai tarian ini sejumlah pemain mengikuti kegiataan berbau mistik dan kuda kepang yang mereka gunakan juga mengikuti ritual ini, walaupun ini bukan suatu keharusan. Bagi pemain kuda lumping jaran kepang yang mereka gunakan dalam menari apabila mereka mencapai taraf kesurupan menggagap kudanya bisa terasa jadi jantan dan betina, jinak atau liar.

Sedangkan tarian keraton lebih halus  Perbedaan paling jelas antara tarian istana dengan tarian rakyat tampak dalam tradisi tari Jawa. Strata masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin dalam budayanya. Jika golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan, unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih memperhatikan unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya tarian istana lebih ketat dan memiliki seperangkat aturan dan disiplin yang dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari rakyat lebih bebas, dan terbuka atas berbagai pengaruh. Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan oleh pranata kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terkenal sebagai pencipta berbagai tarian keraton lengkap dengan komposisi gamelan pengiring tarian tersebut. (sumber :wikipedia)

 Tari Keraton Golek Ayun-Ayun

Tarian Rakyat ataupun Tarian Keraton keduanya memperkaya khazanah budaya bangsa dimana puncak puncak budaya yang paling Indonesia tercermin dalam tarian tersebut.


Pasukan Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat adalah 
Pasukan Penjaga Budaya


Apabila Anda berkunjung ke Yogyakarta, dimana Anda menemui pasukan keraton sebagian besar berusia lanjut.  Mereka bukanlah penjaga kerajaan seperti di Inggris yang merupakan tentara organik negara Inggris.  Pasukan prajurit Keraton Yogya adalah abdi dalem atau pegawai keraton yang di beri mandat untuk menjadi prajurit biasanya turun temurun. 

















Sejarah Prajurit Keraton
Kerajaan tentunya memiliki pasukan sebagai penjaga keraton dari segala bahaya. Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dibentuk pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I sekitar pada tahun tahun 1755 Masehi. Pasukan ini merupakan abdi dalem kraton, yang terdiri atas pasukan-pasukan jalan kaki dan pasukan berkuda Pasukan Kraton Ngayogyakarta terkenal cukup kuat, ini terbukti ketika Sultan Hamengkubuwono II mengadakan perlawanan bersenjata menghadapi serbuan dari pasukan Inggris dibawah pimpinan Jenderal Gillespie pada bulan Juni 1812. Namun semenjak masa Pemerintahan Hamengkubuwono III kompeni Inggris membubarkan angkatan perang Kasultanan Yogykarta. Dalam perjanjian 2 Oktober 1813 yang ditandatangani oleh Sultan Hamengkubuwono III dan Raffles, dituliskan bahwa Kesultanan Yogyakarta tidak dibenarkan memiliki angkatan bersenjata. Dibawah pengawasan Pemerintahan kerajaan Inggris, keraton hanya boleh memiliki kesatuan prajurit dalam jumlah kecil. Pada saat itu prajurit Kraton hanya sebagai penjaga kraton dan pengawal sultan Prajurit keraton yang di kenal di kalangan masyarakat prajutit Patangpuluh, Sumoatmojo, Ketanggung, Jogokaryo, Nyutro, Dhaeng, Jager, Prawirotomo, Mantrijero, Bugis, Langenastro, Surokarso dan Wirobrojo.

 (Prajurit Keraton melewati Prajurit Akademi Angkatan Udara dalam kirab FKY 2012)

Prajurit Kraton Era Modern
Masa Kini Prajurit keraton di era modern saat ini adalah sebagai penjaga budaya bukan lagi sebagai berperan secara militer seperti yang kita temui di kerajaan Inggris. Prajurit keraton sebagain besar telah berusia tua hanya sebgain kecil berusia muda, mereka adalah abdi dalem keraton yang terdaftar. Mengapa kalangan muda enggan menjadi keraton yang otomatis menjadi abdi dalem kraton adalah karena gaji yang diberikan keraton sangat sangat kecil diman sekitar puluhan sampai ratusan ribu perbulan. Hanya kalangan tua yang telah mengabdi di Keraton selama berpuluh puluh tahun tetap semangat budaya. Gaji kecil ini bukan hanya berlaku untuk prajurit keraton, tetapi berlaku juga bagi para pangeran Gusti Bendoro Pangeran Hario (GBPH) Prabukusumo, adik Sultan Hamengkubowono X sebgai panglima perang prajurit Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
















Prajurit Keraton Penjaga Budaya
Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, bukanlah prajurit militer walaupun mereka memiliki bedil, tetapi mereka adalah penjaga budaya keraton. Mereka ada dan diadakan agar budaya dan tradisi keraton yang diadakan tiap tahun tidak punah. Mereka biasa keluar apabila keraton mengadakan kirab budaya seperti mengawal acara Grebeg 1 suro ditandai dengan keluarnya "Gunungan makanan dan hasil bumi". Untuk acara yang diadakan di luar keraton misalnya FKY (Festival Kesenian Yogyakarta) yang diadakan pemerintah kota Yogyakarta perwakilan dari kesatuan prajurit keraton tampil dilengkapi dengan Drum Band Prajurin Kraton yang khas. Tetapi apabila kegiatan resmi keraton semua pasukan keraton keluar dengan seragam kebesaran masing-masing pasukan. Prajurit Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat salah satu yang tertinggal dari kejayaan kerajaan nusantara di bumi Indonesia

Jathilan Tarian Khas Jawa yang Bisa Dimainkan 
Cantik maupun Perkasa.

      Tarian jathilan atau kuda lumping yang biasa nya dilengkapi dengan barongan bisa dimainkan oleh pria ataupun wanita yang berikan sentuhan lebih halus daripada dimainkan pria yang identik dengan kesurupan. Tetapi di tangan wanita tarian kuda lumping ini terkesan anggun dan lebih enak dipandang mata.

Berikut adalah kuda lumping yang dimainkan oleh pria


       Sejarah mengenai Tarian Jathilan atau kuda lumping tidak ada yang pasti.  Tarian ini merupakan tarian yang menggambarkan perang Pengeran Diponegoro melawan Belanda, di sisi lain bahwa tarian ini sudah ada semenjak Sultan Hamengkubowono 1 saat melawan Belanda. Terlepas dari aspek sejarahnya tarian kuda lumping adalah tarian yang sangat dekat dengan masyarakat Jawa.  Bahkan akhir-akhir ini tarian Jathilan yang identik dengan kesurupan ini dipadukan dengan musik dangdut.  Saat penari kuda lumping mulai kesurupan diselingi dengan musik dangdut.  Perpaduan yang kontras yang hanya bisa ditemui di Indonesia.